A Quarter Life Crisis (is it normal or too late ?)

Awalnya saya tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada diri saya, tapi sepertinya saya sedang mengalami masalah krisis seperempat kehidupan (Quarter Life Crisis) dan tidak ada yang bisa saya lakukan untuk mengatasinya. Sebenarnya ini hanyalah fase kehidupan lain yang perlu saya atasi, tapi saya mendapatkan suatu hal “luar biasa” yang tidak semua orang mengalaminya. Entah harus bersyukur atau meratapi nasib. *LOL

Kalau saya baca dari beberapa sumber, permasalahan yang biasanya dihadapi ketika Quarter Life Crisis adalah :

Meragukan Tujuan Hidup

Saat menginjak usia 20-an, biasanya seseorang sudah mulai menentukan kemana hidupnya akan dibawa. Berbagai tujuan telah disiapkan. Namun ternyata jika dalam prosesnya tujuan belum juga tercapai hingga menginjak usia 30, pasti akan merasa ragu. Merasa bingung tentang apa yang harus dilakukan dalam hidup dan juga merasa kesulitan menentukan keinginannya. Karena merasa semua nya sudah terlambat.

Finansial

Siapa sih manusia di bumi ini yang ngga butuh uang ?. Saat remaja, kita menggunakan uang untuk membeli sesuatu yang diinginkan, kebanyakan sebagai self reward atas apa yang telah berhasil kita capai. Tetapi ketika menginjak dewasa, kita akan lebih mengerti tentang cara menggunakan uang. Kita pasti akan terpikirkan tentang rencana finansial. Tapi ngga jarang juga yang masih bingung dengan rencana finansialnya apalagi pada masa remaja kita ngga pernah perhatikan itu dengan baik.

Kehidupan Asmara

Punya pacar diusia remaja pastinya menyenangkan, hal tersebut juga membuat warna dalam hidup. Ketika kita memasuki usia 20-an semua orang menargetkan bahwa mereka akan menikah di usia 25, karena menurut mereka usia tersebut adalah usia “matang” dalam segi emosional dan juga finansial. Usia tersebut juga menjadi barometer sukses dan gagalnya seseorang dalam kehidupan asmaranya. Masuk usia 30, permasalahan tersebut juga masih akan terus dirasakan. Ada yang bahagia, namun bagi mereka yang belum mempunyai pasangan, akan ada pemikiran siapa yang akan menjadi pasangannya dan bagaimana kehidupannya setelah menikah nanti.

Itu adalah beberapa Quarter Life Crisis yang sering dirasakan orang-orang. Saya kira fase ini hanya terjadi pada usia 20-an sampai memasuki usia 30, dan saya tidak akan mengalaminya. Karena jelas saya sudah melewati usia tersebut. Tapi ternyata setiap orang akan berada dalam fase ini, hanya saja di rentang usia yang berbeda-beda.

Sejujurnya, saya sudah cukup puas dengan diri saya. Izinkan saya memberi tahu kalian sedikit tentang diri saya. Saya seorang wanita, anak ke-tiga dari 3 bersaudara. Walaupun stereotype-nya adalah anak bungsu itu manja, tapi saya merupakan seorang pekerja keras bahkan dari sebelum saya lulus perguruan tinggi. Bagi saya suatu pencapaian tersendiri ketika saya menghasilkan pendapatan dan dapat sedikit membantu menguragi beban kedua orang tua dalam membiayai kuliah saya (dulu saat kuliah saya sering mengikuti SP dan biaya nya cukup mahal, jadi saya bekerja untuk membayar SP tersebut sebagai bukti tanggung jawab saya).

Kuliah sambil bekerja, lulus, keterima di salah satu Multinational Company IT Industry, gaji diatas Upah Minimum Regional (UMR), karier yang terus meningkat, banyak koneksi, keluarga dan teman yang supportive, work life balance, mempunyai pacar, lalu menikah. Perfect!

Bukankah itu semua adalah mimpi semua orang?

Tentu saja iya! dan saya memiliki semuanya.

Disaat semua teman-teman saya sedang mengalami Quarter Life Crisis yang sesungguhnya. Direntang usia 20-an sampai memasuki usia 30, bisa dibilang saya telah sukses merencanakan hidup saya. Hidup terasa mudah bagi saya yang tidak perlu repot menghadapi Quarter Life Crisis saat itu.

Namun tuhan memiliki rencana lain. Dimulai dari awal tahun 2022, hal yang menurut saya “luar biasa” terjadi, yang menjadi awal dimulainya fase Quarter Life Crisis saya. Kenapa saya bilang “luar biasa”? karena hal tersebut tidak pernah saya pikirkan sedikitpun, sehingga saya tidak pernah mempersiapkan apapun.

Dari semua yang telah saya rencanakan, menikah memang bukan menjadi prioritas terdepan saya, jadi menikah diusia mepet 30 bukan suatu masalah bagi saya. Apalagi disaat ketika semua teman-teman saya menikah di usia 25 tahun (pernah saya bahas juga di blog dengan judul Terima Kasih 2019 !). Saya menikah diusia matang menurut saya, yaitu 28 tahun. Menikah dengan seorang yang katanya “sahabat” ternyata menjadi boomerang bagi hidup saya, dan itu juga menjadi the worst decision i’ve ever made in my life.

Saya memutuskan bercerai setelah 3 tahun 7 bulan menikah. Usia yang banyak orang bilang masih seumur jagung (padahal emang tau umur jagung berapa? *jokes sedikit biar ngga serius-serius banget) hahaha.. Saat itu saya merasa hidup saya hancur lebur sepenuhnya, dunia saya terbalik berubah 180 derajat. Dan ternyata hidup juga tidak sesimple itu, semuanya saling terkait. Hal-hal lainnya yang seharusnya tidak perlu saya khawatirkan dan takuti pun muncul satu persatu menghantui diri saya. Saya jadi meragukan diri saya, tujuan hidup saya, rencana finansial saya, dan off course hubungan asmara saya kedepannya.

Ya, saya kehilangan semuanya.

Bagi orang yang perfeksionis seperti saya, saya benar-benar merasa terpuruk sekali (saat itu).

Saya kebingungan bagaimana dan darimana saya harus memulainya kembali.

Sungguh Quarter Life Crisis yang sangat menyeramkan bukan? Lalu bagaimana saya mengatasinya? Saya pun tidak tau. Saya masih dalam situasi ini, masih banget. Tapi saya merasa ini hampir berakhir. Kenapa? Karena..

  1. Saya merasa sangat bersyukur.
  2. Saya mulai menerima kenyataan atas apa yang saya alami.
  3. Saya tidak menyalahkan diri saya lagi.
  4. Saya tidak bingung lagi.
  5. Saya merasakan bahagia dengan hal-hal kecil.

Saya hanya mencoba untuk hidup, itu saja. Mencoba hal baru, berolahraga, solo traveling, melakukan apapun yang membuat saya bahagia, dan memikirkan semuanya dengan perlahan. Tentunya saya juga berdoa kepada Tuhan agar semuanya cepat berlalu. Tetap tenang dan miliki moto “You Only Live Once”, hanya dengan begitu saya bertahan.

Banyak dramanya.. banyak sakitnya.. tapi saya mencoba menerimanya sebagai pelajaran hidup yang tidak boleh disesali.

How about you guys? When did you start to feel like you were having a Quarter Life Crisis? Just leave a comment :).

Life is too short to wake up with regrets. So love the people who treat you right. Forget about those who don’t. Believe everything happens for a reason. If you get a chance, take it. If it changes your life, let it. Nobody said life would be easy, they just promised it would most likely be worth it

Harvey Mackay

With love,

TDS
(dengan pelan-pelan, tapi tetap berjalan)