Trust Issues Part 2: Selfishness

Ada satu pola yang sering diulang manusia:
Saat merasa ada yang belum selesai dalam dirinya, mereka cenderung melibatkan orang lain dalam proses menyelesaikannya.
Kadang itu terlihat tulus. Kadang justru terasa seperti bentuk egois yang tak disadari.
Pertanyaannya.. apakah semua yang dibungkus “kejujuran” berarti tidak menyakiti?

Kenapa manusia bisa sebegitu egoisnya?

Ketika merasa ada yang belum selesai dalam dirinya, mereka mencari cara untuk menyelesaikannya. Tapi alih-alih menyelesaikan sendiri, mereka justru melibatkan orang lain.

Untuk apa?

Sebagai bagian dari proses?

Atau hanya karena lebih mudah membagi beban daripada memikulnya sendiri?

Apa yang membuat seseorang merasa wajar untuk mengganggu ketenangan orang lain demi menyelesaikan konflik batin pribadinya?
Apakah kelegaan pribadi kini jadi alasan yang sah untuk mengguncang hidup orang lain?

Menariknya, tindakan ini sering dibungkus dengan kalimat-kalimat yang terkesan tulus:
“Saya ingin jujur”
“Saya hanya ingin menyelesaikan sesuatu”
“Saya tak ingin ada yang mengganjal”

Tapi.. apakah niat baik selalu berarti benar?

Jika seseorang sudah menjalani hidup baru, lalu kembali ke masa lalu demi “menuntaskan rasa yang tertinggal”, apakah itu bisa dibenarkan?
Dan bagaimana jika orang yang dilibatkan ternyata juga belum selesai dengan lukanya, dengan usahanya untuk menerima masa lalu?
Apakah itu tetap disebut penyelesaian, atau justru gangguan?

Kenapa proses menyembuhkan diri sendiri sering dilakukan dengan menyentuh luka orang lain?
Kenapa yang ingin merasa damai, justru menciptakan kegelisahan di tempat lain?

Apa memang begini cara manusia menyelesaikan sesuatu?
Dengan mengabaikan konsekuensinya pada orang lain?

Bisa jadi, ini bukan tentang rasa yang tak tersampaikan.
Bukan soal keberanian untuk jujur.
Tapi soal kebiasaan manusia yang ingin merasa lebih baik dengan atau tanpa persetujuan orang lain.

Dan kalau setelah ini orang lain merasa terguncang, kecewa, atau hancur lagi..
itu bukan urusan mereka.

Yang penting, katanya, dirinya sudah selesai.

Mungkin yang datang dari masa lalu itu tidak pernah berniat menyakiti.
Tapi kadang, yang membuat sesuatu terasa menyakitkan bukan niatnya.. melainkan waktunya.

Kehadirannya seperti potongan adegan yang tertunda terlalu lama.
Suasananya mengingatkan pada sebuah lagu..
Tentang seseorang yang hadir bukan untuk kembali, hanya untuk menyapa.
Dan itu justru yang paling mengganggu.

“Why’d you wait this long, just to say something wrong?”1

Cheers (even if it’s bitter),
TDS
(no hard feelings, just thoughts)

  1. Kutipan ini mungkin mengingatkan sebagian orang pada vibe lagu “Facebook Friends” oleh NIKI. Bukan kutipan langsung, hanya rasa yang ditinggalkan. ↩︎